Data Terbaru Tentang Kasus Pembangunan Jembatan Tona

IndonesianJournal.id, Sultra – Beberapa minggu terakhir kita disuguhkan dengan konten-konten Anggota DPD, konten yang mengklaim bahwa Jembatan Buton Muna (Tona) dianggarkan masa pemerintahan Pj. Gubernur Sultra, Anda Budhi Revianto.
Pada konten sang DPD, Umar Bonte atau Umar Borro, menyampaikan kritikan keras bahwa realisasi jembatan yang menghubungkan Pulau Muna dengan Pulau Buton adalah hasil kerja keras Andap. Lebih jauh lagi, disebutkan bahwa mantan Gubernur Nur Alam disebut sebagai penggagas.
Berikut data dari hasil investigasi yang diperoleh tim redaksi Indonesian Journal.
Dilihat dari alur program dan kegiatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara di masa Andap. Realitanya, terjadi defisit anggaran pemprov Sultra Tahun 2025 sebagai prestasi yang ditorehkan Pj. Gubernur.
Dari lembar bukti keuangan BPKAD dan lembar perencanaan Bappeda yang juga bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat dengan membuka program dan usulan kegiatan Dinas Bina Marga, Dinas Cipta Karya dan Dinas PUPR Prov. Sultra. Pernyataan Umar Bonte tersebut adalah tidak benar.
Bagaimana faktanya
Jembatan Tona sebetulnya sejak La Ode Kaimuddin (Gubernur Sultra) sudah menggagas namun belum terealisasi karena kebijakan anggaran dari pemerintah pusat belum berpihak. Satu dekade, Pemkot Bau-Bau telah menyelesaikan Fisibility Study Jembatan Tona, namun kemudian mandek.
Di Tengah tahun 2019, Legislator asal Sultra menggagas untuk percepatan Pembangunan Jembatan Tona. Bahkan dalam beberapa pertemuan, legislator Ridwan Bae, berangan-angan menyambung Pulau Muna dengan daratan Konsel. Impiannya, Sultra ke depan menjadi daerah yang tidak lagi terpisahkan lautan.
Gagasan tersebut disambut Kepala Balitbang ketika itu, Dr. Sukanto Toding, MSP., MA., kemudian menganggarkan biaya penelitian sosial ekonomi dan teknis jembatan tersebut. Lalu terbentuklah tim yang diketuai Dr. Bahtiar yang dibantu beberapa rekan sebagai peneliti dibidang sosial dan ekonomi dan Dr. Romi Tamburaka, sebagai peneliti teknis yang dibantu dengan beberapa orang sebagai satu tim.
Pelaksanaan penelitian ini menindaklanjuti mandeknya program Pemkot Bau-Bau untuk Pembangunan Jembatan Tona. Romi akan mengiris aspek teknis jembatan, konon tidak terbangun karena kedalaman palung dan kekuatan arus di Selat Tona sangat dalam (di atas 100 meter) dan kekuatan arus sehingga untuk membangun Jembatan Tona dengan menggunakan kaki-kaki seperti jembatan Teluk Kendari, tidak memungkinkan. Apalagi selat tersebut lalulintas kapal Pelni dan kapal bersar lainnya. Begitu juga dari aspek sosial ekonomi karena dalam Fisibilty study sebelumnya belum menyisir sosial ekonomi.
Selama enam bulan melakukan riset, berkolaborasi dengan Pemkot Bau-bau dan Pemda Buteng dihasilkan sebagai berikut :
Mengubah Jembatanm Tona dari memakai Kaki-kaki kemudian menjadi Jembatan Gantung atau layang.
Titik nol Pembangunan Jembatan Tona di Kabupaten Buteng dan Kota Bau-Bau hasil pendalaman tim PUPR Jakarta dianggap memiki batuan rapuh sehingga dipindah titik nolnya (tetap di Kelurahan Lea-Lea) namun digeser ke kanan (ada dalam desain gambar yang disimpang Balitbang Prov.). Sementara di Kabupaten Buteng dipindahkan dekat Makam leluhur yang dihormati (Sangia Wambula).
Aspek ekonomi dan sosial disimpulkan sangat membantu kemudahan dan akses berusaha baik petani, pekebun dan pedangan di Kota Bau-Bau, Buton, Busel maupun Buton Tengah, Muna Barat dan Muna.
Hasil ini kemudian ditindaklanjuti di Kementerian PUPR dan dijanjikan akan menjadi program prioritas nasional. Dan saat itu Ridwan Bae berjanji akan tetap mengawal. Selama dua tahun vakum dikarenakan Covid 19 (itu juga salah satu indikator terhambatnya penganggaran) maka tahun 2021, Ali Mazi, Gubernur Sultra ketika itu, menghangatkan kembali isu tersebut. Bahkan saat itu, Ali Mazi, didampimgi Walikota Bau-Bau dan Bupati Buton serta perwakilan Kementerian PUPR meninjau Lokasi tersebut. Bahkan isu tersebut disampaikan ke Bahlil Ketika mengungjungi Kepulauan Buton.
Namun setelah 2021, rencana pembangunan Jembatan Tona vakum, bahkan masa Andap sebagai Pj. Gubernur sama sekali tidak pernah disinggung. Bahkan kedatangan Andap di Pulau Buton hanya untuk menerima penghargaan kesultanan ketika itu.
Isu Pembangunan Jembatan Tona ini kemudian ditangkap oleh Gubernur Sultra, 2025 – 2030. Andi Sumangerukka Ketika menerima keluhan masyarakat pentingnya jembatan tersebut. Begitu juga konsultasi beberapa kepala daerah di pulau Buton dalam beberapa kunjungan kerja. ASR (sapaan akrab) melakukan langkah-langkah konkret, negosiasi dan konsultasi di Jakarta dilaksanakan berulang-ulang. Isu-isu terkait Jembatan Tona disampaikan di level kementrian Ketika ASR koordinasi di Jakarta.
Buahnya adalah langkah nyata ASR, yang kemudian bisa mendatangkan Menteri PUPR untuk meninjau langsung Lokasi Pembangunan Jembatan Tona. Melalui negosiasi yang dilakukang ASR kemudian mendatangkan sang Menteri Ke titik Nol Jembatan Tona. Menteri tidak datang sendiri, ditemani Dirjen teknis, legislator asal Sultra (Ridwan Bae dan Ali Mazi). Dan akhirnya di tempat atau titik nol, Menteri PUPR menginstruksikan agar 2026 anggaran Pembangunan Jembatan telah dianggarkan.
Data tersebut memperlihatkan isu yang di sampaikan Bonte tidak terbukti. Jika kerja kertas Andap harusnya anggarannya di 2025. (Haris)