Review Film “Pangku”, Pahit Getir dan Manisnya Surat Cinta Reza Rahardian untuk Sang Ibu
IndonesianJournal.id, Jakarta – Film “Pangku” hadir sebagai salah satu karya sinema dengan pemberitaan besar tahun ini. Sebagai debut penyutradaraan dari seorang aktor kawakan Indonesia, Reza Rahadian menjadikannya bukan sekadar tontonan biasa, melainkan sebuah eksplorasi mendalam mengenai ikatan primordial antara seorang ibu dan anak.
Narasi yang menyentuh dan puitis, serta menggunakan lensa pandang dengan imagi baru, menjadikan film ini mendapat pengakuan di Korea Selatan, dan menjadi perbincangan hangat di kalangan kritikus serta publik Indonesia secara umum.
Keputusan Reza Rahardian untuk duduk di kursi sutradara film “Pangku” didorong oleh motif yang sangat personal dan mendalam. Secara pribadi, Reza mengungkapkan bahwa film ini adalah “surat cinta” yang ia persembahkan secara tulus kepada ibundanya, refleksi dari perjuangan sosok ibu di Indonesia yang seringkali multidimensional dan heroik.
“Pangku” mengisahkan perjalanan hidup Sartika (Claresta Taufan), seorang ibu tunggal yang penuh perjuangan. Ia datang ke daerah pesisir utara Jawa, di jalur Pantura, untuk mencari harapan baru di tengah kondisi yang serba sulit demi menghidupi anaknya. Di sana, Sartika bertemu dengan Maya (Christine Hakim), pemilik kedai kopi yang kemudian memperkenalkan pada profesi “kopi pangku”. Tradisi lokal ini mengharuskan seorang perempuan menjadi pelayan dan duduk di pangkuan pelanggan pria saat menyajikan kopi.
Dalam keterpaksaan untuk menopang hidupnya dan sang anak, Sartika bertemu dengan Hadi (Fedi Nuril), seorang sopir truk ikan yang hadir menawarkan harapan bagi Sartika untuk masa depan yang lebih baik dan kehidupan yang lebih layak. Konflik utama film ini berfokus pada dilema berat Sartika: apakah ia akan terus menopang hidupnya dari pekerjaan yang dipandang rendah masyarakat, atau memilih langkah berani untuk mengubah nasib demi masa depan yang penuh harapan?
Sebagai sutradara pemula, Reza Rahardian menunjukkan tangan dingin yang tak terduga, terutama dalam mengarahkan emosi para pemain. Bagi kalangan pemain-pemainnya, Ia dikenal sangat perfeksionis, mampu menangkap gestur mereka dengan cermat demi menjadikan film ini terkontrol dari sisi emosi yang berlebihan.
Dua aktor utama film ini, sebut saja Ferdi Nuril, dan Christine Hakim, secara terbuka memberikan pengakuan positif terkait pengalaman mereka bekerja sama dengan Reza. Ferdi Nuril merasa bahwa selaku aktor ia mendapat arahan yang jelas dari sang sutradara sehingga menjadikannya tenang selama proses syuting. Christine Hakim pun mengakui Reza sangat perfeksionis selaku sutradara.
“Reza tau apa yang dia mau. Jadi, film Pangku itu udah jadi di kepala dia,” aku Christine Hakim, peraih sembilan Piala Citra saat media junket, di kawasan Kemang, Jakarta Selatan lalu (16/10).
Penggambaran perjuangan seorang ibu yang begitu kuat dan jujur dari film ini berhasil menyentuh hati banyak pihak, termasuk musisi Nadin Amizah. Nadin memberikan izin kepada Reza Rahardian untuk menggunakan lagu ikoniknya, “Rayuan Perempuan Gila,” sebagai salah satu lagu pengiring utama. Kehadiran lagu ini sukses menambah nuansa yang teramat manis dan emosional di dalam kisah film, menguatkan tema sentral dari kerumitan jiwa seorang perempuan.
Lebih dari itu, detail antropologi dalam penggambaran budaya dan adat istiadat di latar cerita dikerjakan dengan sangat rinci. Kawasan Pantai Eretan yang terbentang di jalur Pantura menjadi visual yang menarik secara simbolik. Hal ini menunjukkan riset yang matang dan dedikasi untuk menghadirkan keautentikan yang tinggi.
Sebagai konklusi, “Pangku (2025)” adalah sebuah dedikasi yang mendalam dan tulus terhadap perjuangan tanpa batas seorang ibu. Dengan penyutradaraan yang matang, akting yang memukau, dan soundtrack yang manis, film ini wajib masuk dalam daftar tontonan publik yang tayang perdana di bioskop seluruh Indonesia, pada 6 November 2025. (ikhsan)